Berita  

Ahli Minta BI Tunda Payment ID Hingga Regulasi Data Jelas

mediatrilogi.or.id — Pembentukan sistem Payment ID oleh Bank Indonesia (BI) menuai kritik dari ahli dan lembaga konsumen. Mereka meminta agar peluncuran sistem yang mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tersebut ditunda hingga regulasi perlindungan data pribadi dirampungkan.

Keraguan Pakar Ekonomi dan Teknologi

Pemerhati ekonomi Universitas Sebelas Maret, Bhimo Rizky Samudro, menilai bahwa keamanan data dalam sistem ini masih kabur. Ia menyatakan bahwa meskipun Payment ID bertujuan efisiensi fiskal, pemerintah dan BI belum responsif terhadap keluhan publik mengenai privasi.

“Kalau dari yang saya pantau, respons dari pemerintah atau BI belum jelas terhadap keluhan masyarakat soal keamanan data. Jawabannya baru normatif saja,”

— Bhimo Rizky Samudro

Bhimo menegaskan bahwa UU Perlindungan Data Pribadi saat ini masih belum memiliki aturan pelaksana seperti Perpres atau PP. Ia menyarankan agar kehadiran sistem baru ini disertai landasan hukum yang komprehensif agar data pengguna aman.

Seruan dari YLKI dan Konsumen

YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), diwakili Arianto Hanefa, juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia mendesak pemerintah dan BI untuk tidak terburu-buru menerapkan Payment ID sebelum regulasi perlindungan data pribadi selesai dirumuskan.

“Sebaiknya tunggu dahulu sampai turunan UU Perlindungan Data Pribadi selesai. Ini soal kepercayaan publik,”

— Arianto Hanefa, YLKI

Respons BI tentang Status Payment ID

Bank Indonesia sendiri memastikan bahwa sistem Payment ID saat ini masih dalam tahap uji coba (sandbox) dan belum diluncurkan pada 17 Agustus 2025 seperti rencana sebelumnya. Uji coba hanya akan berjalan mulai September, khusus untuk penyaluran bantuan sosial non-tunai di Banyuwangi.

Menurut Direktur BI, sistem ini meningkatkan transparansi dan akan memperkuat pelacakan transaksi ilegal seperti pencucian uang dan judi online. Namun, ia juga menegaskan bahwa Payment ID tidak digunakan untuk memata-matai transaksi masyarakat secara personal.

Risiko Privasi dan Kontroversi Publik

Berbagai kelompok konsumen menyuarakan kritik bahwa Payment ID bisa melanggar privasi jika sistemnya tidak aman. Mereka meminta jaminan perlindungan data yang lebih konkret sebelum sistem resmi diberlakukan.

Secara teknis, Payment ID menghubungkan segala transaksi digital—mulai dari rekening bank, e-wallet, hingga QRIS—ke satu identitas unik berbasis NIK. Setiap transaksi akan tercatat secara real-time dengan detail lokasi, waktu, dan nominal.

BI mengklaim sistem akan dijalankan berdasarkan prinsip persetujuan (consent). Setiap pihak yang ingin mengakses data masyarakat harus meminta izin terlebih dahulu.

Langkah Bijak: Penundaan & Keterbukaan Publik

Penundaan peluncuran Payment ID dinilai sebagai langkah tepat untuk memberikan ruang bagi penyusunan aturan turunan UU Perlindungan Data Pribadi. Hal ini penting untuk menciptakan fondasi hukum yang kuat dan membangun kepercayaan publik.

Langkah selanjutnya yang dibutuhkan antara lain:

  • Sosialisasi publik yang luas mengenai fungsi dan batasan sistem.
  • Pembuatan mekanisme transparan untuk izin akses data (opt-in dan pengontrolan independen).
  • Perlindungan ekstra bagi kelompok rentan agar tidak diskriminatif.

Catatan Akhir

Payment ID memiliki potensi mendongkrak efisiensi fiskal dan inklusi keuangan. Namun, tanpa regulasi perlindungan data yang kuat dan transparansi, sistem ini berisiko menimbulkan krisis kepercayaan dan pelanggaran privasi. Oleh karena itu, penundaan peluncuran hingga regulasi lengkap adalah pilihan bijak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *