Kenaikan drastis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diberlakukan oleh Bupati Pati, Sudewo, memicu gelombang reaksi keras di kalangan masyarakat. Tarif yang melonjak hingga 250 persen pada tahun 2025 dianggap sebagai kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih pasca-pandemi.
Banyak warga mendadak harus menghadapi tagihan pajak berlipat ganda, yang memicu kegelisahan hingga kemarahan. Ungkapan kekecewaan membanjiri media sosial, forum warga, hingga memunculkan rencana aksi demonstrasi besar-besaran yang dijadwalkan digelar pada 13 Agustus 2025.
Dalih Penyesuaian Setelah 14 Tahun Tak Naik?
Sudewo beralasan bahwa penyesuaian tarif PBB perlu dilakukan setelah lebih dari satu dekade tidak mengalami kenaikan. Ia menyebutkan bahwa dibandingkan daerah tetangga seperti Jepara dan Rembang, pendapatan PBB Kabupaten Pati sangat rendah.
“Kita hanya mengumpulkan sekitar Rp29 miliar dari PBB, sementara Jepara bisa sampai Rp75 miliar,” ujar Sudewo dalam sebuah konferensi pers.
Namun, niat baik itu tidak serta-merta meredakan amarah publik. Banyak yang menilai kenaikan hingga 250 persen sebagai bentuk kebijakan brutal dan tidak manusiawi. Terlebih, sejumlah warga menyanggah klaim Sudewo dengan menunjukkan bukti adanya kenaikan serupa pada 2022 lalu.
Video Kontroversial dan Tekad Warga untuk Turun ke Jalan
Ketegangan semakin meningkat ketika sebuah video pernyataan Sudewo tersebar luas. Dalam rekaman tersebut, ia menyatakan tidak akan mundur walaupun “50 ribu warga turun ke jalan.” Ucapan itu memantik bara yang sudah menyala di hati masyarakat.
“Kalau pemerintah keras kepala, maka rakyat harus lebih keras lagi,” ujar salah satu aktivis dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.
Distribusi Dana dan Sorotan Terhadap RSUD RAA Soewondo
Menurut penjelasan resmi dari Pemkab, hasil kenaikan PBB akan digunakan untuk pembenahan infrastruktur, jalan rusak, penanggulangan banjir, serta perbaikan layanan kesehatan di RSUD RAA Soewondo. Rumah sakit ini sebelumnya memang menjadi sorotan karena fasilitas dan manajemennya dianggap memprihatinkan.
Profil Singkat Bupati Sudewo
Lahir di Pati, 11 Oktober 1968, Sudewo memiliki latar belakang teknik sipil. Ia menyelesaikan pendidikan di Universitas Sebelas Maret dan meraih gelar magister dari Universitas Diponegoro.
Karier politiknya cukup panjang. Setelah berkiprah di sektor konstruksi dan bisnis, ia terjun ke dunia politik lewat Partai Demokrat, sebelum akhirnya bergabung dengan Partai Gerindra pada 2013. Sudewo dua kali menjabat anggota DPR RI sebelum memimpin Kabupaten Pati.
Gaya Kepemimpinan yang Keras dan Sarat Kontroversi
Sejak menjabat sebagai Bupati dengan suara mayoritas 53,53 persen, Sudewo dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan cepat dalam mengambil kebijakan. Namun, gaya ini juga menimbulkan banyak kontroversi.
Selain kenaikan PBB, Sudewo juga pernah membuat geger publik karena mengundang Trio Srigala tampil di pendopo, melarang penggunaan sound horeg di tempat umum, dan menerapkan jam malam bagi pelajar. Di RSUD Soewondo, ia merombak total manajemen kepegawaian, menghapus tenaga honorer dan hanya menyisakan mereka yang lolos seleksi.
Minim Sosialisasi, Proses Hukum Dipertanyakan
Kebijakan ini berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Meski disahkan oleh DPRD, banyak pihak menyoroti proses sosialisasi yang dianggap minim dan tidak melibatkan partisipasi warga secara adil.
Sudewo sempat menurunkan target awal PBB dari Rp73 miliar menjadi Rp65 miliar. Ia juga mengklaim kenaikan tidak lebih dari 200 persen. Namun klarifikasi tersebut belum cukup untuk meredam gejolak masyarakat.